Senin, 01 November 2010

Krisis Pustakawan di IPB

Oleh:
Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.
(Pustakawan Utama pada Perpustakaan IPB)

Perpustakaan di perguruan tinggi memang hanya penunjang. Saking dianggap tidak penting, beberapa petinggi perguruan tinggi menganggap perpustakaan ibarat vitamin pada komposisi makanan. Keberadaan vitamin memang wajib untuk asupan gizi manusia, namun keberadaannya hanya diperlukan sedikit saja, sangat sedikit bahkan. Begitu juga perpustakaan, keberadaannya wajib karena menjadi persyaratan untuk mendirikan sebuah universitas, namun hanya sekedar ada saja. Penulis menyaksikan sendiri ada sebuah perpustakaan di sebuah PTS di sebuah kota provinsi yang ruangannya berada paling belakang bersebelahan dengan toilet umum untuk mahasiswa.

Namun beberapa petinggi universitas menganggap bahwa perpustakaan merupakan jantung dari sebuah universitas yang bertugas memompakan darah ilmu ke seluruh sivitas akademika. Hal ini juga disadari betul oleh para wakil rakyat, sehingga atas inisiatif DPR dibuatlah undang-undang yang mengatur tentang perpustakaan ini. Didalam pelaksanaannya maka perpustakaan harus dikelola oleh tenaga perpustakaan yang disebut dengan pustakawan. Pustakawan adalah sebuah jabatan fungsional bagi PNS yang bekerja di perpustakaan. Untuk menjadi pustakawan diperlukan syarat-syarat khusus antara lain pendidikan di bidang ilmu perpustakaan. Oleh karena itu merekrut pejabat fungsional pustakawan tidaklah semudah merekrut tenaga administrasi biasa. Sejak berlakunya UU 43 tahun 2007 tentang pengaturan perpustakaan, maka pejabat pustakawan nantinya harus memiliki ijazah sarjana bidang perpustakaan.
Sejak diberlakukannya Kepmenpan tentang jabatan pustakawan, Perpustakaan IPB memiliki sejumlah pustakawan. Pada awalnya Perpustakaan IPB memiliki 63 orang pustakawan. Jumlah ini terus menurun dan pada tahun 2010 tinggal hanya 31 orang. Yang lebih menyedihkan penyusutan ini tidak hanya disebabkan oleh pustakawan yang pensiun, tetapi beberapa pustakawan di pindahkan oleh IPB menjadi tenaga administrasi biasa di beberapa unit di IPB. Sebut saja, ada pustakawan yang sekarang berada di KPE, Humas, Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana, dan masih ada di beberapa tata usaha fakultas. Seperti dikatakan diawal tulisan ini, merekrut pustakawan sangat sulit karena ada syarat-syarat khusus yang tidak mudah dimiliki oleh setiap PNS, sebaliknya merekrut tenaga administrasi biasa jauh lebih mudah karena tidak diperlukan syarat khusus.

Sampai tahun 2010 ini kondisi pustakawan IPB tinggal 31 orang yang terdiri dari 15 orang pustakawan ahli dan 16 pustakawan tingkat terampil. Keadaan ini menjadi sangat kritis manakala kita melihat dari usia mereka yang rata-rata sudah mencapai usia 50 tahun ke atas bahkan sebagian sudah berada di usia 55 tahun. Dalam 10 tahun yang akan datang pustakawan ini akan habis karena pensiun. Jika IPB tidak menginginkan kinerja perpustakaannya semakin menurun, maka krisis pustakawan ini perlu segera mendapat perhatian serius. Hemat penulis, untuk pemecahan masalah yang cepat, maka IPB harus mengembalikan pustakawan yang dipindahkan ke unit-unit lain di lingkungan IPB. Sebab rekrutmen baru tentunya tidak akan dapat segera terlaksana dengan cepat. Yang kedua adalah IPB harus membuka kesempatan alih fungsi dari tenaga administrasi menjadi pustakawan. Namun cara ini tentunya harus sembari mengirim tenaga ini ke diklat calon pustakawan yang dapat menjadi salah satu pintu untuk menjadi pustakawan. Yang ke tiga, tentunya IPB harus melakukan rekrutmen baru tenaga pustakawan yang besaral dari sarjana baru lulusan sekolah perpustakaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar