Selasa, 07 Desember 2010

Minat Baca

(Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.; Pustakawan Utama pada Perpustakaan IPB)

Suatu kali penulis berkesempatan menghadiri acara seminar yang acaranya bersamaan dengan musyawarah nasional GPMB. GPMB adalah Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca yang terbentuk untuk mendorong tumbuhnya minat baca di masyarakat Indonesia. GPMB ini berdiri setelah presiden RI pada saat itu dijabat oleh Ibu Megawati mencanangkan gerakan minat baca di PNRI. Munas GPMB tahun 2008 (?) yang secara kebetulan penulis hadiri, dilaksanakan di Makassar. Seperti biasanya, munas ini merupakan ajang untuk mempertanggung jawabkan kepengurusan periode yang lalu dan memilih ketua yang akan memimpin organisasi ini ke depan. Munas ini sepertinya dihadiri oleh banyak pustakawan dan pejabat-pejabat perpustakaan baik PNRI maupun perpustakaan propinsi. Kebetulan penulis bertemu dengan beberapa kolega pustakawan yang banyak bercerita bahwa GPMB tersebut terselenggara dengan sukses.

Penulis hanya dua hari berada di Makassar. Hari kedua penulis menuju Bandara internasional Hasanuddin yang lama. Bandara ini belum seperti kondisi sekarang yang demikian besar dan megah. Ternyata di bandara sudah berkumpul para peserta munas GPMB dari berbagai daerah yang juga mau kembali ke tempatnya masing-masing. Sebagian besar dari Jakarta. Di bandara Hasanuddin ini para “pustakawan” ini beraktifitas sambil menunggu boarding. Seperti biasanya, penulis selalu berbekal buku bacaan untuk mengisi waktu luang selama menunggu. Karena waktu penerbangan penulis yang masih lama, maka penulis dan isteri mengeluarkan buku untuk dibaca. Di sela-sela kegiatan membaca tersebut penulis masih sempat memperhatikan para kolega pustakawan yang ada di ruang tunggu. Ternyata tidak satupun dari mereka yang melakukan kegiatan yang sama dengan penulis yakni membaca buku. Penulis berpikir, “bagaimana mereka akan menggerakkan orang untuk membaca, kalau mereka sendiri ternyata tidak membaca?”

Ternyata betul, budaya membaca masih sangat jauh dari masyarakat kita. Di negara maju kita bisa lihat orang membaca di ruang tunggu seperti bandara ini. Mereka membaca di kendaraan umum seperti bis dan kereta, bahkan mereka tetap membaca ketika posisi mereka sebenarnya tidak nyaman untuk membaca seperti di bis yang sesak dengan penumpang. Di republik tercinta ini pustakawan saja, yang selama hidupnya berada disekeliling bahan bacaan, masih malas membaca. Seorang kolega membantah ketika penulis mengatakan bahwa budaya baca kita ini masih rendah. Katanya, dia selalu membaca. Apa yang dibacanya? Ternyata dia mengatakan untuk mengerjakan klasifikasi dia harus membaca terlebih dahulu dokumen yang dikerjakannya. Penulis katakan itu salah. Karena yang termasuk klasifikasi membaca itu adalah membaca yang fakultatif, bukan kegiatan membaca yang imperatif. Kegiatan membaca imperatif tidak dapat dihitung sebagai kegiatan membaca sebagai bagian dari budaya baca, karena kegiatan ini merupakan keharusan atau kewajiban yang berkaitan dengan pekerjaan, pelajaran dan lain-lain. Yang harus dihitung sebagai kegiatan membaca pada budaya baca adalah kegiatan membaca yang fakultatif, yaitu kegiatan membaca karena suatu pilihan atau dorongan psikologis dari dalam diri seseorang untuk membaca. Tidak ada paksaan untuk membaca pada kegiatan ini. Mereka membaca semata-mata karena dorongan dalam dirinya yang selalu ingin membaca. Pertanyaannya, seberapa banyak pustakawan yang masuk dalam kelompok peminat baca tinggi ini? Wallahua’lam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar