Selasa, 07 Desember 2010

Anggaran Dasar IPI Pasca UU 43 tahun 2007

(Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.; Pustakawan Utama pada Perpustakaan IPB)

Entah mengapa saya tertarik membaca Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPI yang saya peroleh ketika menghadiri acara Rakerpus IPI ke XVI di Mataram, NTB baru-baru ini. AD/ART yang saya baca ini adalah AD/ART hasil kongres IPI ke XI tahun 2009 di Batam. Biasanya saya membaca sepintas saja karena saya sudah dapat menduga bagian mana yang berubah sesudah kongres. Namun kali ini saya membaca tuntas dari halaman judul sampai halaman terakhir. Ada yang menarik menurut saya pada perubahan AD/ART hasil kongres IPI ke XI di Batam ini sebut saja AD/ART baru. Pada AD/ART lama tidak ada definisi atau pengertian pustakawan. Misalnya pada AD/ART terbitan tahun 1999 tidak terdapat definisi pustakawan baik pada bagian AD maupun bagian ART. Pada AD/ART terbitan 1993 pengertian pustakawan dijelaskan pada ART yaitu bahwa pustakawan adalah (a) Mereka yang memiliki kualifikasi ilmu perpustakaan, dokumentasi atau informasi melalui pendidikan sekurang-kurangnya D-II; (b) Mereka yang mengabdi dan atau bekerja di bidang perpustakaan, sesuai dengan persyaratan jabatan pustakawan; (c) Mereka yang menjabat Pustakawan berdasarkan SK Menpan no. 18/MENPAN/1988; (d) Mereka yang sudah menjadi anggota IPI sebelum Kongres IPI ke-6. Pada AD/ART baru atau terbitan 2010 pengertian pustakawan dijadikan salah satu pasal pada Anggaran Dasar yaitu pada Bab Ketentuan Umum pasal 1 yang bunyinya dikutip persis (ditambah dengan kata serta pengembangan) dari pasal 1 ayat 8 UU 43 tahun 2007 yang berbunyi: “Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan serta pengembangan perpustakaan.” Saya kira maksud sidang kongres adalah untuk mempertegas bahwa Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) ini merupakan tempat berhimpunnya para pustakawan yang memenuhi syarat atau sesuai dengan definisi Undang-undang nomor 43 tahun 2007. Saya kira ini kemauan dan semangat yang sangat berani karena dengan definisi ini anggota IPI akan berkurang secara signifikan. Mengapa? Ada beberapa alasan yang menyebabkan anggota IPI menjadi berkurang dengan menerapkan definisi tersebut. Pertama, selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa semua orang yang bekerja di perpustakaan mengaku dirinya pustakawan dan dapat menjadi anggota IPI (lihat definisi pustakawan pada ART IPI 1993 dan pasal 1 ayat 1 AD/ART IPI terbitan tahun 2006). Dengan definisi baru ini maka banyak anggota IPI yang terpaksa menanggalkan keanggotaannya karena sesuai dengan definisi ini ia tidak lagi memenuhi syarat sebagai pustakawan. Kedua, dengan definisi ini maka yang dapat menjadi anggota IPI adalah jika dan hanya jika seseorang tersebut adalah pustakawan. Dosen dalam bidang ilmu perpustakaan tidak termasuk didalamnya. Sebab dosen tidak mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan serta pengembangan perpustakaan. Betul, seorang dosen ilmu perpustakaan dapat saja memiliki kompetensi kepustakawanan yang diperoleh melalui pendidikan. Namun ia tidak memenuhi syarat sebagai pustakawan karena ia tidak melaksanakan sekaligus tiga hal yang dipersyaratkan yaitu pengelolaan dan pelayanan serta pengembangan perpustakaan. Ketiga, saya kira ini juga berlaku untuk pustakawan yang sudah pensiun. Ia tidak lagi memenuhi syarat untuk disebut sebagai pustakawan sesuai dengan definisi tersebut. Sebab ia tidak lagi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan serta pengembangan perpustakaan.

Namun, tidak demikian barangkali yang dipikirkan oleh sidang kongres ketika merevisi AD/ART ini. Sebab hasil sidang kongres IPI Batam yang dituangkan dalam Anggaran Dasar pada pasal 16 ayat 2 disebutkan bahwa yang menjadi anggota biasa adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berdomisili di Indonesia, yang berpendidikan dan berpengalaman di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Jika demikian, apa manfaat definisi pustakawan pada pasal 1 ayat 1 Anggaran Dasar ini? Padahal jelas menurut UU 43 tahun 2007 organisasi profesi pustakawan adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas kepustakawanan. Jika organisasi profesi yang dimaksud oleh UU 43 tersebut adalah IPI (sekali lagi jika IPI yang dimaksud oleh UU 43), maka anggota IPI haruslah hanya dari kelompok pustakawan (pasal 34 UU 43 tahun 2007). Bahkan UU ini mewajibkan setiap pustakawan untuk menjadi anggota organisasi profesi (pasal 34 ayat 3). Jadi jelas pasal 16 ayat 2 Anggaran Dasar IPI bertentangan dengan pasal 34 Undang-undang 43 tahun 2007. Saya kira ketidak sesuaian ini harus diperbaiki, setidaknya pada kongres ke XII yang akan datang, sebab AD/ART hanya dapat diubah melalui kongres. Untuk mengakomodir keanggotaan pakar ilmu perpustakaan dari kalangan dosen dan atau pensiunan pustakawan, Anggaran Dasar IPI dapat memasukkannya dalam anggota luar biasa atau anggota kehormatan. Namun perlu diingat bahwa anggota luar biasa atau anggota kehormatan hanya memiliki hak bicara saja dan tidak mempunyai hak suara, hak memilih dan hak dipilih. Demikian juga anggota luar biasa dan anggota kehormatan tidak mempunyai hak untuk menjadi pengurus. Jika anggota luar biasa ingin ikut aktif dalam aktifitas IPI, mereka dapat bekerja sebagai anggota sekretariat IPI. Atau jika ia menginginkan menjadi pengurus, maka ia harus bekerja sebagai pustakawan di sebuah perpustakaan.

Kembali pada bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi profesi, saya mencoba melakukan perbandingan. Tiga AD/ART organisasi profesi yang saya sempat baca adalah AD/ART Ikatan Dokter Indonesia (ID) dan AD/ART Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan AD/ART Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Pada ketiga AD/ART tersebut tidak terdapat pasal yang menjelaskan definisi profesi masing-masing, seperti definisi dokter pada AD/ART IDI atau definisi guru pada AD/ART PGRI atau definisi Apoteker pada AD/ART Ikatan Apoteker Indonesia. Saya belum sempat membaca AD/ART organisasi profesi yang lain. Namun dengan tiga organisasi profesi pembanding tersebut sebenarnya saya bisa menyimpulkan bahwa pustakawan belum percaya diri terhadap profesinya sehingga masih memerlukan bantuan definisi dengan mengutip definisi pustakawan dari undang-undang. Saya kira kita para pustakawan harus berani menyatakan bahwa pustakawan adalah profesi, terlepas dari profesi ini masih mengalami persoalan. Pustakawan sudah didefinisikan oleh Undang-undang. Dengan definisi ini jelas bahwa Ikatan Pustakawan Indonesia atau IPI adalah organisasi milik pustakawan yang anggotanya adalah pustakawan. Oleh karena itu hemat saya organisasi ini harus melakukan perubahan AD/ART sesuai dengan perkembangan dan tuntutan profesi pustakawan yang diamanatkan oleh pasal 34 Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar