Selasa, 07 Desember 2010

Bagaimana Seharusnya PNRI Menjaring Data Perpustakaan

(Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc.; Pustakawan Utama pada Perpustakaan IPB)

Dalam menulis kita biasanya membutuhkan banyak data. Banyak orang kemudian mencari data tersebut di BPS. Beberapa data penting memang ada di BPS. Namun untuk data yang spesifik seperti jumlah pustakawan di Indonesia, jumlah berbagai jenis perpustakaan dan lain-lain sangat sulit diperoleh. Data seperti ini mestinya dapat diperoleh dari Perpustakaan Nasional RI. Namun seringkali beberapa data yang ada di PNRI sangat ketinggalan. Kurangnya data atau kurangnya keakuratan data tersebut menyebabkan kita sering tidak bisa melakukan analisis dengan baik. Saya menyadari bahwa membangun data yang lengkap, akurat, dan mutakhir memang tidak mudah. Selain itu pasti memerlukan dana yang besar. Apakah dengan disediakan dana yang besar data yang kita perlukan dapat kita bangun? Belum tentu. Banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap proses membangun data tersebut.

Karena kebutuhan data untuk keperluan saya menulis sering tidak terpenuhi maka saya kemudian sering berangan-angan. Seandainya semua perpustakaan yang ada di Indonesia ini memiliki data yang akurat tentang jumlah koleksi yang dimiliki, jenis koleksi, bidang ilmu, luas gedung, anggaran, jumlah pengguna yang harus dilayani, dan banyak lagi indikator kinerja yang dapat dilaporkan, maka alangkah mudahnya kita melakukan kegiatan yang berkaitan dengan tulis menulis tentang perpustakaan, khususnya yang berisi analisis keadaan perpustakaan di Indonesia. Namun nampaknya angan-angan seperti ini masih jauh panggang dari api. Saya mengamati beberapa perpustakaan yang pernah saya kunjungi ternyata datanya sering tidak akurat. Masih ada yang menyatakan jumlah judul buku lebih banyak dari jumlah eksemplarnya. Sesuatu yang mustahil. Kalau jumlah eksemplar buku lebih banyak dari jumlah judulnya dapat dimengerti. Sebab ada judul yang jumlahnya lebih dari satu eksemplar. Namun sebaliknya adalah sesuatu yang tidak mungkin.

Saya kira PNRI mestinya bisa membangun data seperti yang saya dambakan di atas. Sebab PNRI merupakan lembaga pembina dari semua jenis perpustakaan (terlepas dari pro dan kontra soal pembina ini). Ini amanat dari undang-undang. Tentunya sebagai lembaga pembina PNRI memiliki kewenangan untuk meminta data dari semua perpustakaan. Namun apakah semua perpustakaan akan patuh dan memberikan datanya? Itu yang masih perlu dipertanyakan. Hemat saya Perpustakaan Nasional harus memberikan insentif terhadap data yang disediakan oleh setiap perpustakaan. Namun untuk memberi insentif seperti itu tidaklah mungkin, selain tidak mendidik juga memerlukan anggaran yang sangat besar. Jika memberikan insentif untuk setiap perpustakaan tidak bisa dilakukan, lalu bagaimana? Saya punya pikiran untuk memberikan apa yang disebut dengan competitive grand incentive bagi perpustakaan yang terdaftar di PNRI. PNRI dapat menyediakan sejumlah dana bantuan untuk pengembangan perpustakaan yang dipilih oleh tim seleksi PNRI. Bantuan tersebut dapat berbentuk: (1) Bantuan anggaran penyelenggaraan perpustakaan (saat ini sudah ada yang disebut dengan dana dekonsentrasi); Bantuan penambahan koleksi perpustakaan (saat ini juga sudah pernah dilaksanakan bantuan koleksi buku untuk perpustakaan kabupaten/kota, propinsi, perpustakaan keliling dan perpustakaan sekolah serta perpustakaan pesantren); (3) Bantuan pengadaan perangkat teknologi informasi (saat ini juga sudah dilakukan); (4) Pemberian hadiah bagi perpustakaan terbaik. Syaratnya perlu dibuat, misalnya perpustakaan tersebut terdaftar di PNRI dengan bukti nomor pendaftaran. Nah, dari proses pendaftaran perpustakaan ini data perpustakaan dapat dijaring, kemudian dibuatkan basisdatanya. Sintesis dari data ini dapat disajikan oleh PNRI melalui situs webnya PNRI.

Beberapa pemberian bantuan tersebut memang sudah pernah dilakukan seperti pengalokasian dana dekonsentrasi ke perpustakaan provinsi; pemberian bantuan koleksi buku untuk perpustakaan provinsi, kabupaten/ kota, perpustakaan keliling, perpustakaan sekolah, perpustakaan pesantren; dan pemberian bantuan perangkat teknologi informasi baik perangkat keras maupun perangkat lunak bahkan termasuk bantuan pelatihannya. Namun semua bantuan yang diberikan tersebut tidak dalam rangka competitive grand incentive. Mereka yang mendapat bantuan tidak perlu susah payah membangun perpustakaannya agar menjadi baik dan layak mendapat bantuan. Dengan competitive grand incentive maka perpustakaan yang ingin mendapatkan bantuan harus membangun dulu perpustakaannya menjadi baik, termasuk dari aspek manajemennya. Kemudian setiap perpustakaan harus membuat proposal yang disampaikan ke PNRI yang tentu saja proposal tersebut berisi kondisi perpustakaan saat proposal tersebut disampaikan. Dari proposal inilah PNRI akan mendapat data yang mutakhir dan akurat. Agar tingkat keakuratannya dapat dipertanggung jawabkan, maka setiap perpustakaan yang terpilih perlu dikonfirmasi semua datanya. Jika datanya tidak benar, maka bantuan tersebut bisa dibatalkan.

Untuk menjaring data pustakawan saya kira prosesnya lebih mudah dibandingkan dengan menjaring data perpustakaan. Saat inipun sebenarnya sudah ada data pustakawan. Namun seberapa besar tingkat kemutakhiran dan keakuratan data tersebut masih perlu dipertanyakan. Jika kita menginginkan data pustakawan yang akurat, maka saya pikir kita dapat menjaringnya dengan metode yang sama dengan menjaring data perpustakaan. Data pustakawan ini harus dikaitkan dengan program insentif yang diberikan oleh PNRI. Misalnya, PNRI bisa memberikan insentif yang dikompetisikan (competitive grand incentive) dalam bentuk: (1) memberikan hadiah bagi pemenang lomba; (2) memberikan hadiah bagi pustakawan yang terpilih sebagai pustakawan terbaik tingkat nasional; (3) memberikan dana penelitian atau kajian kepada pustakawan yang terpilih; (4) memberikan beasiswa belajar untuk meningkatkan pengetahuannya pada pusdiklat PNRI; (5) memberikan beasiswa belajar untuk mendapatkan gelar di bidang ilmu perpustakaan dan informasi. Seperti pada pemberian competitive grand incentive pada lembaga perpustakaannya, maka untuk mendapatkan grand ini juga harus diberlakukan beberapa syarat. Syarat tersebut antara lain misalnya, pustakawan yang mengikuti program kompetisi harus terdaftar sebagai pustakawan di PNRI dibuktikan dengan nomor anggota sebagai pustakawan di PNRI. Tentu saja untuk mendapatkan nomor ini pustakawan harus mendaftar dengan mengisi formulir yang berisi data yang diperlukan oleh PNRI. Dengan cara seperti ini saya yakin setiap pustakawan akan sangat antusias mendaftarkan dirinya kepada PNRI karena ia berharap dengan keanggotaannya ini suatu saat ia akan mendapatkan salah satu dari program kompetisi yang disediakan oleh PNRI.

Pendaftaran ini dapat lebih dipermudah dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Dengan metode lama maka PNRI perlu menyebarkan formulir yang berisi pertanyaan atau data yang ingin dikumpulkan oleh PNRI. Dari formulir yang terkumpul kemudian datanya diinput ke basisdata yang ada di PNRI. Baru kemudian data tersebut disajikan baik melalui online ataupun melalui dokumen tercetak. Proses ini pasti memerlukan waktu yang tidak sedikit. Belum lagi kesalahan orang dalam melakukan input data (human error); ketidakseriusan pustakawan dalam mengisi data dalam formulir; keengganan pustakawan mengisi formulir; dan lain-lain. Inilah yang menyebabkan kesalahan dan ketidakakuratan data yang ada di PNRI. Sebagai contoh, saya melihat data pustakawan yang sudah pensiun atau meninggal masih ada di basisdata PNRI. Saya kira dengan teknologi informasi yang ada sekarang ini proses ini dapat dipangkas. PNRI dapat membuat sistem dimana setiap pustakawan dapat memperbaiki (mengedit) datanya sendiri melalui internet. Selain data pustakawan dan atau perpustakaan dapat dengan cepat berubah sesuai dengan perkembangan pustakawan dan atau perpustakaan tersebut, data tersebut pasti akurat karena yang memperbaiki adalah pemilik data. Memang, kemungkinan terjadi data yang diunggah ke internet tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan pasti ada. Namun dengan ancaman pembatalan program insentif bila data yang dituliskan tidak benar, kemungkinan ini tentu dapat diminimalkan.
Angan-angan saya agar PNRI dapat menjaring data seperti di atas memang tidak mudah dilaksanakan. Namun, berharap agar PNRI dapat melaksanakan seperti angan-angan saya di atas tentunya tidak salah toh.

Bogor, 23 November 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar